Selasa, Januari 10, 2012

PENERAPAN PROGRAM PERPOLISIAN MASYARAKAT (POLMAS) MELALUI KONSEP “SATU POLISI UNTUK SATU DESA/KELURAHAN”



I.           PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Permasalahan.
Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa besar yang bersifat majemuk dan heterogen, yaitu terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang tersebar mulai dari Sabang hingga ke Merauke. Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terdiri atas lebih dari dua kelompok masyarakat yang memiliki karakteristik masing-masing, didorong oleh latar belakang historis yang hampir serupa, kondisi geografis dan pengaruh dari kebudayaan asing. Kondisi geografis dari negara Indonesia yang terdiri dari kepulauan menyebabkan terisolasinya para penduduk dalam pulau-pulau yang tersebar tersebut, sehingga memunculkan beranekaragam suku bangsa yang sesuai dengan adaptasi mereka terhadap lingkungannya masing-masing. Keanekaragaman suku bangsa tersebut yang akhirnya menumbuhkan perbedaan terhadap budaya, adat-istiadat, kultur, bahasa, perilaku dan juga pola pikir dari masyarakat Indonesia. Perbedaan yang terbentuk tersebut juga dipengaruhi oleh perbedaan tempat tinggal, yaitu dimana masyarakat yang tinggal di pesisir pantai, akan mempunyai pola pemikiran dan kebudayaan yang berbeda dengan masyarakat yang tinggal di pegunungan ataupun lembah.
Masyarakat dapat kita bedakan dalam dua kelompok, yaitu masyarakat pedesaan atau tradisional dengan masyarakat modern atau perkotaan. Masyarakat pedesaan/tradisional lebih kita kenal dimana kehidupannya masih banyak yang mengandalkan dari alam, keterikatan dengan norma adat setempat masih terasa, jiwa kebersamaan atau kekeluargaannya serta rasa solidaritasnya masih sangat tinggi, juga cenderung bersifat homogen. Sedangkan untuk masyarakat perkotaan/modern dapat kita lihat dimana masyarakatnya lebih cenderung hidupnya sudah tidak tergantung lagi kepada alam, interaksi dengan lingkungan yang semakin minim sehingga cenderung menimbulkan terbatasnya jiwa kekeluargaan dan solidaritas, dan rata-rata berpendidikan. Dari kedua kelompok tersebut, bila dikaitkan dengan konteks pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat yang di emban oleh Polri, maka dapat di simpulkan bahwa untuk dapat mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat di perkotaan cenderung akan lebih membutuhkan usaha yang ekstra di bandingkan masyarakat pedesaan. Kurangnya intensitas interaksi antar anggota masyarakat di perkotaan yang dikarenakan kesibukan dari setiap anggota masyarakatnya, sehingga jarang ada waktu bagi mereka untuk mengobrol bersama-sama tetangganya merupakan salah satu factor penyebabnya. Tingginya tingkat individualisme dan apatisme pada masyarakat perkotaan, lebih di pengaruhi oleh situasi dimana masyarakat perkotaan, terutama di kota besar, sudah terbiasa berangkat ke kantor atau beraktivitas di mulai dari pagi-pagi, dan kemudian pulang pada malam hari, langsung melaksanakan istirahat malam untuk persiapan beraktivitas kembali esok hari. Berbeda lagi dengan masyarakat di pedesaan, dimana meskipun rasa kekeluargaan dan solidaritas antar masyarakatnya masih terjalin kuat, namun sikap yang masih menjunjung tinggi adat dan budaya terkadang harus berbenturan dengan kemajuan teknologi dan budaya baru yang mungkin bermanfaat bagi mereka. Merupakan tantangan tersendiri bagi anggota Polri yang dilapangan untuk dapat melakukan penangkalan, pencegahan dan penanganan suatu permasalahan dengan menyesuaiakan karakteristik dari masyarakatnya. Minimnya anggota masyarakat yang mempunyai hubungan dengan anggota Polri, juga dapat menjadi kendala bagi Polri dalam upaya menciptakan masyarakat yang aman dan tertib. Hal tersebut tentunya dapat menciptakan kerawanan daerah yaitu meningkatnya kejahatan karena kelengahan dan kurangnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya. 
Polri sebagai pengemban fungsi kepolisian di Indonesia, harus dapat melihat fenomena ini guna meningkatkan kinerjanya sebagai pelindung, pengayom ,dan pelayan masyarakat. Anggota polri di harapkan mampu mengatasi kendala-kendala permasalahan dalam masyarakat tersebut, untuk mendukung upaya Polri menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat. Menurut Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, tugas pokok Polri adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan terhadap masyarakat. Selain menjalankan tugas pokoknya tersebut, Polri juga mempunyai tugas untuk membina masyarakat dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta kepatuhan masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan (UU No. 2 Tahun 2002 pasal 14 ayat (1) huruf b ). Melalui fungsi pembinaan masyarakat (Binmas), Polri berupaya menumbuhkan kesadaran dari masyarakat untuk turut serta dalam upaya pemeliharaan keamanan dan ketertiban di masyarakat itu sendiri. Dalam perkembangannya, Polri mencoba mengaplikasikan suatu program yang di adopsi dari system kepolisian Negara maju (Jepang dan Amerika Serikat) yaitu Community Policing, yang dianggap dapat membantu upaya Polri dalam pembinaan masyarakat guna mewujudkan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat yang lebih baik. Maka muncullah konsep program Perpolisian Masyarakat (Polmas), yang di kuatkan dengan dasar Skep Kapolri No. Pol. : Skep/737/X/2005 tanggal 13 Oktober 2005 tentang Kebijakan dan strategi penerapan model Polmas dalam penyelenggaraan Tugas Polri. Polmas (Perpolisian Masyarakat) adalah sebuah metode perpolisian yang dikembangkan di banyak negara di seluruh dunia dan juga merupakan salah satu model perpolisian terpenting di Asia. Untuk itulah maka Indonesia pun turut mengadopsinya. Polmas mendorong terciptanya suatu kerjasama baru antara Polri dengan masyarakat dalam menghadapi suatu permasalahan yang terjadi, dan bersama-sama berupaya menemukan upaya penyelesaiannnya.
B.    Permasalahan.
Permasalahan yang di coba di tampilkan dalam makalah ini adalah sudah berjalankah konsep tersebut dalam pelaksanaan tugas-tugas Polri, dan apa ide kreatif yang dapat di aplikasikan untuk dapat mendukung penerapan program Polmas tersebut.

II.         PEMBAHASAN
A.    Masyarakat yang tahan terhadap kejahatan merupakan modal awal bagi terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat.
Perkembangan ekonomi dan teknologi dalam masyarakat sekarang ini sedikit banyak berpengaruh terhadap berkembangnya kejahatan yang mencakup jenis-jenis maupun dimensinya dari yang dulu tidak ada, dan sekarang menjadi ada(kejahatan kontemporer). Sedikit mengutip dari Dosen Mata Kuliah Perkembangan Kejahatan, Jenderal Polisi (Purn) Chaerudin Ismail yang mengatakan “Crime is the Shadow Of Civilization”, dimana kejahatan merupakan bayang-bayang dari peradaban. Semakin berkembangnya sebuah masyarakat, semakin berkembang juga kejahatan yang terjadi di sekitarnya baik metode, teknik maupun cara-cara yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan. Semakin beratnya tuntutan ekonomi yang melanda masyarakat golongan menengah kebawah, ditambah dengan sulitnya mencari pekerjaan bagi mereka yang masih pengangguran, merupakan salah satu factor yang mendorong terjadinya kejahatan. Jangankan untuk mencari pekerjaan, bagi mereka yang sudah bekerja pun dihadapkan pada sulitnya untuk mempertahankan pekerjaannnya, mengingat masih banyak dan seringnya perusahaan yang mem-PHK karyawannya karena alasan finansial. Karena tuntutan ekonomi yang semakin berat, dan sulitnya lapangan pekerjaan itulah, maka melakukan tindak kejahatan menjadi suatu pilihan untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka. Faktor ekonomi yang merupakan factor mendasar dalam masyarakat, memang kerap kali menjadi salah satu pendorong terjadinya tindak kejahatan dalam masyarakat. Dalam hal ini, maka di perlukan masyarakat yang tahan terhadap tindak kejahatan, sehingga masyarakat pun tetap dapat berpartisipasi untuk menjaga stabilitas kamtibmas. Masyarakat yang tahan terhadap tindak kejahatan adalah masyarakat yang mampu untuk turut mencegah agar tindak kejahatan tidak berkembang di dalam kehidupan masyarakat. Dengan mengerti tentang arti pentingnya sebuag keamanan bagi masyarakat, maka akan tumbuh kesadaran dari masyarakat untuk ikut menjaga keamanan di lingkungannya. Masyarakat akan mampu untuk melakukan upaya-upaya pencegahan guna membantu dalam menciptakan situasi kamtibmas terutama bagi lingkungannya sendiri. Bentuk ketahanan masyarakat akan kejahatan juga dapat di lihat dari masyarakat yang mampu turut berperan dalam mengindentifikasi masalah kamtibmas yang ada di wilayah komunitasnya dan bersama-sama mencari solusi mengatasi permasalahan tersebut bersama Polri. Sehingga dapat terbentuk masyarakat yang bersama Polri, mampu membangun kekuatan dalam menghadapi permasalahan yang sesulit apa pun yang terjadi di lingkungannya, yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang berkembang dalam wilayahnya masing-masing.
B.    Kemitraan dan partisipasi masyarakat melalui kerjasama antara Polri dengan masyarakat
Polri adalah sebuah organisasi besar yang termasuk lembaga negara yang bertanggungjawab kepada Presiden RI, yang mempunyai tugas pokok untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan terhadap masyarakat. Dalam melaksanakan tugasnya itu, Polri akan dihadapkan pada banyak permasalahan dalam masyarakat yang harus dapat di “manage” agar keamanan dan ketertiban tetap terjaga dengan baik. Ketika Polri gagal melakukan upaya deteksi dini, dan upaya penangkalan terhadap masalah yang akan akan muncul, maka kejahatan akan semakin berkembang. Namun perkembangan yang terjadi pada bidang kejahatan tersebut juga harus diimbangi dengan kemampuan Polri untuk dapat menangani setiap masalah yang terjadi, baik secara pre-emtif, preventif maupun kuratif melalui penangkalan, pencegahan dan penanganan suatu masalah. Banyak metode yang selalu digunakan Polri untuk menghadapi permasalahan-permasalahan yang berkembang dalam masyarakat, namun Polri lebih sering secara tidak langsung menggunakan metode-metode konvensional sebelumnya, yang terkesan militeristik. Dengan perkembangan kondisi social dalam masyarakat saat ini, Polri mulai meninggalkan paradigma lama yang cenderung militeristik tersebut. Salah satu metode yang telah dikembangkan untuk penangkalan, pencegahan maupun penanganan kejahatan adalah metode Polmas.
Konsepsi dari Polmas sendiri sebenarnya berangkat dari beberapa kesamaan anggapan, bahwa masyarakat dengan segala potensi, sumber daya dan kekuatan yang di milikinya dapat ikut berkontribusi untuk membantu tugas-tugas kepolisian. Dalam mewujudkannya tentunya diperlukan jalinan hubungan yang harmonis antara polisi dan masyarakat yang bersifat kemitraan yang sederajat, intim, dan saling membutuhkan satu sama lain. Polisi memberikan bimbingan dan menfasilitasi masyarakat agar dapat terwujud kontribusi yang baik, serta terjalin hubungan kemitraan yang sederajat dalam situasi yang saling bersinergi dan saling melengkapi antara Polisi dan masyarakat. Konsep Polmas (Perpolisian Masyarakat) adalah sebuah metode perpolisian yang mengadopsi beberapa metode kepolisian yang dikembangkan di banyak negara di seluruh dunia dan juga merupakan salah satu model perpolisian terpenting di Asia. Polmas mendorong terciptanya suatu kerjasama baru antara Polri dengan masyarakat dalam menghadapi suatu permasalahan. Melalui Polmas, maka akan tercipta suatu kemitraan antara polri dengan masyarakat dalam menangani setiap permasalahan sosial, yang pada akhirnya dapat mengurangi kejahatan, memberikan perasaan aman dari kejahatan dan selanjutnya akan terciptan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Salah satu hal yang dapat di lakukan oleh Polri adalah dengan melakukan pendekatan secara langsung terhadap masyarakat. Bentuk pendekatan ini merupakan suatu strategi pendekatan masyarakat dengan cara menyambangi/mengunjungi masyarakat secara langsung, dengan periode tertentu secara kontinyu. Kegiatan tersebut di lakukan untuk bertatap muka serta berbincang-bincang dengan anggota masyarakat yang di kunjungi tersebut. Hal ini di lakukan dengan harapan untuk mendapatkan informasi tentang masyarakat dan problematika yang terjadi di dalamnya, atau untuk dapat memberikan arahan, informasi, atau pembinaan kepada masyarakat untuk lebih meningkatkan kepedulian terhadap keamanan dan ketertiban. Sasarannya yang terutama adalah para tokoh atau pemimpin suatu komunitas, maupun orang-orang yang dianggap memiliki pengaruh terhadap suatu komunitas ataupun wilayah tertentu dalam masyarakat. Namun selain itu, anggota masyarakat dari level terbawah pun juga dapat menjadi sasaran dari kegiatan Polmas melalui dirrect approach ini. Hal ini di maksudkan agar diperolah informasi dari segala lapisan masyarakat, dan akhirnya Polri akan mendapatkan informasi yang lebih akurat sebagai bahan untuk mengambil tindakan dalam memelihara keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. Selain itu, keuntungan lainnya yang akan didapat oleh Polri dari masyarakat adalah dimana masyarakat yang senantiasa disambangi oleh anggota Polri merasa bahwa anggota Polri itu adalah bagian dari mereka, sehingga terjalin kedekatan kekeluargaan di dalamnya. Masyarakat juga tidak akan ragu dan takut untuk berkeluh kesah, ataupun melaporkan mengenai segala hal karena mereka sudah menganggap anggota Polri tersebut adalah bagian dari mereka yang akan selalu siap untuk membantu mereka.
Jika hal itu sudah dapat dilakukan oleh setiap anggota Polri, maka kegiatan Program Polmas yang mendasari setiap kebijakan yang di ambil oleh Polri akan berpengaruh terhadap menurunnya angka kriminalitas dan juga mempercepat informasi tentang segala sesuatu yang terjadi di suatu wilayah. Bila hal ini terjadi maka tujuan pembentukan daripada Polmas telah tercapai yaitu kemitraan antara Polri dengan masyarakat.
C.    Perwujudan Kesetaraan antara Polisi dan Masyarakat.
Konsep didalam Program Polmas pada hakekatnya adalah bagaimana masyarakat dan polisi dapat menyelesaikan dan memecahkan permasalahan Kamtibmas yang ada atau terjadi di wilayahnya. Sehingga untuk dapat menjalankan dan melaksanakan hal tersebut, maka personil Polri dan masyarakat perlu dibekali dengan berbagai pengetahuan yang cukup tentang tugas yang akan dijalankannya. Sebagai suatu paradigma baru dalam upaya penanganan kejahatan, Program Polmas harus disosialisasikan kepada seluruh anggota Polri dan juga kepada seluruh anggota masyarakat. Untuk menyeragamkan persepsi itu, maka dikeluarkanlah kebijakan Kapolri melalui Surat Keputusan Kapolri No. Pol.:Skep / 737 / X / 2005 tanggal 13 Oktober 2005, yang kemudian disempurnakan melalui Peraturan Kapolri No. 7 / 2008 tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Polmas dalam Penyelenggaran tugas Polri. Dengan dikeluarkannya Perkap tersebut, maka Program Polmas secara resmi dijadikan kebijakan yang harus diterapkan oleh setiap anggota Polri di seluruh wilayah Indonesia. Jika di resapi, Program Polmas sebenarnya berangkat dari pemahaman, bahwa dalam menghadapi dan menyelesaikan suatu permasalahan dalam masyarakat, maka solusinya adalah dengan melibatkan masyarakat secara bersama-sama, sehingga akan dihasilkan penyelesaian yang lebih universal. Selain itu juga dapat di gunakan untuk melakukan deteksi dini terhadap setiap persoalan yang terjadi di dalam masyarakat, sehingga penanggulangan masalah yang di lakukan semakin maksimal, dan akan terwujud keamanan dan ketertiban masyarakat yang selalu diidam-idamkan oleh seluruh masyarakat. Melalui pengaplikasian Program Polmas yang menitikberatkan kepada pemecahan permasalahan yang dilaksanakan secara proaktif bersama-sama antara Polri dengan masyarakat, maka akan tercipta suatu kesetaraan dan kemitraan antara Polri dengan masyarakat.
D.    Upaya-upaya alternatif dan kreatif dalam Penyelesaian Masalah (Problem Solving) guna mencegah konflik dan terpenuhinya rasa keadilan.
Pengemban fungsi Polmas pada hakekatnya adalah setiap anggota Polri, siapapun dia, dimana pun dia berada, kapanpun dan saat apapun. Namun dalam pelaksanaan birokrasi organisasi dalam Polri, pengaplikasian Program Polmas di koordinasikan oleh Fungsi Binmas. Selama ini sudah beralan dengan adanya para petugas Bhabinkamtibmas. Meski tidak ada ketentuan pangkat di dalamnya, namun pada umumnya yang berjalan sekarang ini, para petugas Bhabinkamtibmas lebih di dominasi oleh anggota Bintara Polri. Dalam pelaksanaan tugasnya, para petugas Bhabinkamtibmas tersebut berada di bawah kendali Kapolsek. Polsek merupakan organisasi Polri yang terdepan pada tingkat kecamatan yang tentunya sangat bersentuhan dengan segala dinamika masyarakat yang berkembang di wilayah kecamatan tersebut. Oleh karena itu, petugas Bhabinkamtibmas berada di bawah kendali organisasi Polsek, namun Satuan Binmas Polres tetap bertanggung jawab dalam hal pembinaan fungsi dan kinerja. Menurut saya program tersebut sudah baik dan dapat menyentuh warga masyarakat. Namun yang masih menjadi kendala untuk saat ini adalah di mana jumlah petugasnya yang terbatas, kemampuan dan keahlian mereka sebagai Bhabinkamtibmas belum sepenuhnya maksimal, dan system kerja dan birokrasinya yang masih belum tertib. Sementara ini, seperti yang dapat saya lihat di Polsek saya bertugas dulu, satu orang petugas Bhabinkamtibmas harus membawahi minimal dua atau tiga desa. Menurut saya hal tersebut tidaklah efektif, karena beban kerja mereka harus terbagi dengan luasnya wilayah tugas mereka. Persoalan dan masukan dari masyarakat tidak dapat sepenuhnya tertampung dengan maksimal. Selain itu, kemampuan sebagai petugas Bhabinkamtibmas belumlah maksimal karena belum semua petugas sudah meresapi dan menghayati peran dan tugasnya sebagai seorang Bhabinkamtibmas. Menanggapi keadaan tersebut, hemat saya seorang Bhabinkamtibmas akan lebih efektif jika satu orang membawahi maksimal satu desa/kelurahan. Dengan membawahi hanya satu desa, di harapkan seorang petugas Bhabinkamtibmas dapat maksimal mengakomodir segala keluhan, masukan, dan persoalan di dalam masyarakat tersebut. Peran dan kerjanya dapat lebih focus untuk benar-benar mengaplikasikan diri sebagai seorang Bhabinkamtibmas. Selain itu, seorang petugas Bhabinkamtibmas sebaiknya adalah putra dari daerah tersebut, atau bertempat tinggal di daerah tersebut. Karena dengan begitu, dia akan lebih mengenal karakteristik kerawanan yang ada di wilayah tersebut, serta dapat lebih maksimal melayani masyarakat karena berdomisili di daerah tersebut. Selain itu juga akan menumbuhkan kedekatan antar petugas Bhabinkamtibmas tersebut dengan warga di sekitarnya, sehingga masyarakat akan lebih terbuka dan aktif membantu Polri. Tempat tinggalnya yang berada di wilayah tugasnya, dapat difungsikan juga sebagai kantor polisi sementara dan terbuka bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan Polri. Maksudnya adalah, dijadikan tempat awal dimana warga dapat mencari informasi tentang kepolisian, ataupun melaporkan segala sesuatu tentang persoalan yang terjadi di dalam masyarakat itu sendiri. Peran petugas Bhabinkamtibmas adalah sebagai pelayan bagi masyarakat yang ada di wilayah tugasnya untuk dapat memperoleh pelayanan kepolisian sementara sebelum selanjutnya di teruskan ke Polsek atau Polres. System tersebut dirasakan akan lebih efektif karena warga tidak harus jauh-jauh ke Polsek atau Polres, jika hanya menanyakan suatu informasi misalnya masalah prosedur pembuatan SIM, STNK, dan BPKB, atau masalah pengurusan SKCK, atau informasi lain tentang prosedur dalam birokrasi Polri. Demikian juga persoalan-persoalan ringan ataupun berat, dapat segera di ketahui oleh Polri dan dapat segera di ambil tindakan penanganannya sesuai prosedur. Untuk masalah ringan seperti perselisihan anak-anak atau kesalahpahaman antar tetangga yang masih dapat di selesaikan secara kekeluargaan oleh masyarakat tersebut, tentunya tidak perlu harus jauh-jauh di bawa ke Polsek atau Polres. Namun perkara-perkara yang penting dan melibatkan pidana berat atau meresahkan warga seperti misalnya tindak pidana penganiayaan, pencurian, atau bahkan pembunuhan, dan sebagainya dapat segera di ketahui oleh petugas Bhabinkamtibmas, untuk selanjutnya segera di laporkan kepada pimpinan untuk proses penanganan selanjutnya. Hal tersebut di rasakan lebih efektif, karena informasi dari warga dapat cepat di ketahui oleh Polri, dan masyarakatpun merasa terlayani. Dengan system satu Polisi untuk satu desa/kelurahan, pengaplikasian program Polmas akan lebih maksimal. Namun meskipun demikian, kemampuan dan ketrampilan petugas Bhabinkamtibmas tersebut tetap harus menjadi pertimbangan utama. Mereka harus di bekali dengan segala ketrampilan sebagai seorang petugas Bhabinkamtibmas, dan di seleksi dengan memperhatikan sisi psikologisnya, agar di dapatkan profil seorang petugas Bhabinkamtibmas yang bertanggungjawab terhadap tugasnya, dan dapat di pertanggungjawabkan hasil kerjanya. Pemberian dukungan kesejahteraan dalam melaksanakan tugas juga tetap harus di perhatikan, karena seorang petugas Bhabinkamtibmas tidak mungkin dapat bekerja sendiri tanpa dukungan financial dari dinas. System birokrasi sekarang ini yang berupa pelaporan-pelaporan tetap efektif  di laksanakan, namun dengan beberapa inovasi yang memudahkan petugas sendiri, namun tetap dapat di pertanggungjawabkan secara prosedur. Misalnya blangko-blangko pelaporan yang di sesuaikan dengan system kerja yang efektif, dan system pelaporan sendiri yang tidak terlalu panjang, sehingga petugas tidak di sibukan dengan pelaporan saja, namun dapat lebih maksimal dalam bekerja melayani masyarakat.

E.    Perwujudan pemberdayaan Perwira dalam mengemban fungsi sebagai Bhayangkara Pembina Kamtibmas pada wilayah penugasan yang sesuai dengan kondisi struktur sosial dan ekonomi masyarakatnya.
Dari konsep Polmas di atas yaitu satu Polisi untuk satu desa, tetap di butuhkan peran perwira sebagai supervisor. Dengan konsep dimana petugas Bhabinkamtibmas menetap atau bertempat tinggal di desa/kelurahan yang merupakan wilayah tugasnya, di perlukan system pengawasan untuk menghindari penyalahgunaan wewewang dan tindakan lain yang tidak sesuai dengan tujuan dari konsep Polmas. Perlu adanya seorang perwira Polri yang mengemban tugas sebagai koordinator bagi para petugas Bhabinkamtibmas di satu wilayah Polsek tersebut. Perwira ini bertanggungjawab sebagai pengawas dan pembina teknis bagi para petugas Bhabinkamtibmas di wilayah Polseknya. Sebaiknya jangan Kapolsek yang memegang jabatan tersebut, namun di siapkan satu orang perwira dalam jabatan tersebut, agar pelaksanaan tugasnya lebih focus dan maksimal. Kapolsek tetap berperan memegang kendali koordinasi birokrasi Polsek dengan menerima laporan dari hasil pelaksanaan tugas para Bhabinkamtibmas yang sudah di kompulir oleh Perwira Koordinator Bhabinkamtibmas tersebut. Jadi secara singkat, para petugas Bhabinkamtibmas bertanggungjawab kepada perwira Koordinator tersebut, dan Perwira Koordinator Bhabinkamtibmas tersebut bertanggung jawab kepada Kapolsek. Perwira Koordinator Bhabinkamtibmas harus aktif untuk keliling mengecek dan mengawasi kinerja dari para petugas Bhabinkamtibmas yang berada di setiap desa/kelurahan. Jadi supervisornya yang harus lebih aktif melaksanakan perannya, bukan petugas Bhabinkamtibmasnya. Dari gambaran konsep di atas maka dapat di simpulkan, bahwa dalam pengaplikasian program Polmas dengan mengedepankan Polsek sebagai ujung tombaknya, para petugas Bhabinkamtibmas harus berdomisili di desa/kelurahan yang menjadi wilayah tugasnya. Mereka harus dapat bekerja sama atau melekat dengan perangkat desa atau kepala desa/lurah setempat, sehingga peran Polri melayani masyarakat benar-benar di aplikasikan. Kemudian terdapat seorang perwira sebagai coordinator dari para petugas Bhabinkamtibmas tersebut, yang berada di bawah kendali Kapolsek, dan tugasnya sebagai pengawas dan Pembina teknis para petugas Bhabinkamtibmas di wilayah Polsek tersebut. Perwira Koordinator tersebut juga harus dapat bekerjasama dengan para perangkat kecamatan/sekretaris kecamatan, agar pelayanan kepada masyarakat dapat lebih maksimal karena melibatkan segala unsure pemerintahan. Kapolsek tetap sebagai pemegang kendali birokrasi, dan bertanggungjawab atas pelaksanaan tugas dari perwira coordinator Bhabinkamtibmas dan para petugas Bhabinkamtibmas di wilayah Polseknya. Kapolsek harus dapat bekerjasama dengan pejabat Camat setempat, agar tugas pelayanan kepada masyarakat dapat lebih maksimal karena semua unsure pemerintah turut andil menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban di wilayah tersebut. Tidak lupa juga, Kapolsek, perwira Koordinator Bhabinkamtibmas, serta para petugas Bhabinkamtibmas, harus mengenal para tokoh agama, tokoh masyarakat, maupun tokoh adat setempat, dan mampu berkoordinasi dengan mereka dalam upaya memelihara kemanan dan metertiban di wilayah Polsek tersebut. Satuan Fungsi Binmas di Polres tetap berperan sebagai Pembina Fungsi pembinaan yang dilakukan para petugas Bhabinkamtibmas, dengan mengkompulir hasil pelaksanaan tugas yang di laksanakan para petugas Bhabinkamtibmas, dan mengadakan pelatihan-pelatihan yang di perlukan guna meningkatkan kemampuan dan ketrampilan para Bhabinkamtibmas di lapangan. Selain Kapolsek, Satuan Binmas Polres juga berkewajiban melaporkannya ke Kapolres dan satuan yang lebih atas tentang hasil pelaksaan tugas para Bhabinkamtibmas. Secara periodic, Kapolsek di damping oleh Perwira Koordinator Bhabinkamtibmas mengumpulkan para petugas Bhabinkamtibmas untuk melaksanakan anev dari hasil-hasil yang sudah di dapat dan di laksanakan dalam hal pembinaan keamanan dan ketertiban di wilayah Polsek tersebut.

III.       PENUTUP

Demikian konsep pengaplikasian Program Polmas yang dapat saya uraikan. Kemudian dari konsep “satu polisi untuk satu desa/kelurahan” tersebut, dapat di ambil kesimpulan yaitu bahwa Polmas dapat dijadikan sebagai suatu bentuk upaya Polri dalam memelihara keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. Polsek merupakan organisasi Polri yang terdepan pada tingkat kecamatan yang tentunya sangat bersentuhan dengan segala dinamika masyarakat yang berkembang di wilayah kecamatan tersebut. Ujung tombaknya adalah para petugas Bhabinkamtibmas yang berada di bawah kendali Kapolsek sebagai pejabat yang bertanggung jawab dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban di setiap wilayah Kecamatan. Dalam pelaksanaan tugasnya, para petugas Bhabinkamtibmas  secara penuh melekat atau berdomisili di setiap desa/kelurahan yang menjadi daerah tugasnya. Hal tersebut berfungsi agar petugas dapat lebih fokus karena setiap saat bersama warga masyarakat, dan masyarakatpun dapat dengan segera mendapatkan pelayanan Kepolisian meski hanya sementara sebelum di putuskan tindakan penanganannya yang sesuai prosedur dan membawa keadilan bagi semua masyarakat. Upaya Polri untuk membangun kerjasama dengan masyarakat dengan aplikasi Polmas merupakan salah satu metode yang di rasakan efektif dalam menangkal, mencegah dan menangani problem masyarakat termasuk kejahatan. Sehingga di harapkan dalam masyarakat terwujud perasaan di lindungi, di ayomi, dan di layani oleh Polri serta tercipta rasa keadilan di dalam masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar