Senin, Januari 30, 2012

PERAN PSIKOLOGI BAGI PETUGAS KEPOLISIAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN SAAT PENANGANAN AKSI DEMONSTRASI


A.    PENDAHULUAN

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa/psikis manusia, sehingga dalam setiap kehidupan manusia maka psikologi berusaha untuk menjelaskan masalah yang dihadapi (Dr. Yusti Probowati, 2008), dalam segala hal kehidupan manusia, termasuk permasalahan hukum. Di Indonesia, psikologi kemudian membagi bidangnya menjadi 6 yaitu psikologi klinis, perkembangan,psikologi umum dan eksperimen, psikologi sosial, psikologi pendidikan, psikologi industri dan organisasi. Pada kenyataannya di Amerika, pembagian ini sudah menjadi lebih dari 50 bagian, mengikuti semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi manusia. Salah satunya adalah permasalahan dalam bidang hukum, bagian dari psikologi yang menanganinya sering dikenal sebagai psikologi forensik. Bartol & Bartol (dalam Wrightsman, 2001) menyatakan bahwa psikologi hukum dapat dibedakan menjadi :
1.    Kajian/ penelitian yang terkait dengan aspek-aspek perilaku manusia dalam proses hukum (seperti ingatan saksi, pengambilan keputusan juri/hakim, perilaku criminal)
2.    Profesi psikologi yang memberikan bantuan berkaitan dengan hukum. Profesi ini sudah sedemikian berkembangnya yang di mulai di negara Amerika hingga saat ini sudah berkembang di berbagai negara di dunia. Dengan melihat negara Amerika Serikat sebagai acuan, ada beberapa profesi psikologi yang berkaitan dengan hukum. Kita dapat melihat beberapa contoh antara lain Theodore Blau, yang merupakan ahli psikologi klinis yang merupakan konsultan pada Kepolisian di Amerika Serikat. Spealisasinya adalah menentukan penyebab kematian seseorang karena dibunuh atau bunuh diri. Kemudian kita juga mengenal Ericka B. Gray, yaitu seorang psikolog yang bertugas melakukan mediasi, terutama pada perkara-perkara perdata. Biasanya sebelum perkara-perkara perdata masuk ke pengadilan, maka hakim yang menanganinya akan menyuruh orang yang berperkara tersebut untuk menemui Gray terlebih dahulu agar perkara mereka dapat dimediasi. Selain itu ada juga nama John Stap, yaitu seorang psikolog social, dimana ia bekerja pada sebuah kantor pengacara. Tugasnya di sana adalah sebagai konsultan peradilan, dimana ia akan merancang hal-hal yang nantinya akan dilakukan oleh pengacara dari kantornya maupun kliennya, agar dapat memenangkan perkara mereka.

B.    PEMBAHASAN

Dengan melihat dari definisi di atas, dengan beberapa profesi-profesi bidang psikologi tersebut, dapat kita membayangkan betapa pentingnya peran psikologi dalam sistem hukum di negara besar seperti Amerika Serikat. Hal ini tentunya juga berpengaruh kepada negara-negara lain di dunia. Luasnya bidang kajian psikologi hukum, maka Blackburn (dalam Bartol & Bartol, 1994; Kapardis,1995) membagi bidang kajian tersebut menjadi tiga bidang, yaitu:
-    Psychology in law, yang merupakan aplikasi praktis psikologi dalam bidang hukum seperti saat psikolog diundang menjadi saksi ahli dalam proses peradilan.
-    Psychologyand law, yang meliputi bidang psycho-legal research yaitu penelitian tentang individu yang terkait dengan hukum seperti hakim, jaksa, polisi, pengacara, terdakwa/tersangka.
-    Psychologyof law, yaitu hubungan hukum dan psikologi yang lebih abstrak, dimana hukum berperan sebagai penentu dari perilaku. Isu yang dikaji di dalamnya antara lain adalah bagaimana masyarakat mempengaruhi hukum dan bagaimana hukum mempengaruhi masyarakat.
Psikolog forensik selalu beroperasi dalam dua golongan pemikiran yaitu keselamatan masyarakat dan kesejahteraan pasien/pelaku. Seorang Psikolog Forensik membutuhkan pengetahuan khusus di beberapa bidang seperti tipologi pelanggar, hukum pidana dan remaja, psikopati, berpura-pura sakit, seksual menyimpang, trauma dan korban, penilaian risiko dan pengobatan pelaku.

Akhir-akhir ini, hampir setiap hari di media massa baik itu koran maupun televisi selalu memberitakan beberapa kasus kekerasan dalam penanganan demonstrasi. Demonstrasi cenderung akan menciptakan bentrokan baik fisik maupun psikis yang pada akhirnya polisi yang di tuntut untuk dapat meredakan atau minimal menetralisirnya agar tidak menjadi tindakan yang merugikan masyarakat lainnya di sekitarnya. Dalam kaitan ini menyangkut  PPM (Perpolisian Pengendalian Massa/large crowd policing/ riot control policing), yang semakin tinggi frekuensinya dan mengalami kecenderungan semakin brutal perilaku pengunjuk rasa, disebabkan oleh berbagai proses dan masalah sosial ( Dr. Zakarias Poerba, SH. Msi., 2012). Sebagai contoh saya ambil dari kasus demonstrasi yang baru-baru ini terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya, melalui artikel berikut ini.

Amankan Demonstrasi, Polisi Kerahkan 3.600 Personel
Laurencius Simanjuntak - detikNews
Kamis, 12/01/2012 11:38 WIB

Jakarta - Sekitar 4.500 demonstran menggelar aksinya di beberapa lokasi penting di Jakarta. Kepolisian pun mengerahkan 3.675 personel untuk mengamankan kegiatan tersebut.

"Kita sudah siapkan 3.675 petugas untuk pengamanan. Selain itu juga ada 300 petugas yang on call," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Baharudin Djafar, di kantornya, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (12/1/2012).

Baharudin mengatakan 3.675 personel itu terdiri dari 1.880 petugas Polda Metro Jaya, 1.255 orang dari polres wilayah Jakarta dan 600 anggota Brimob. Beberapa lokasi unjuk rasa yang akan didatangi demonstran adalah Istana Negara, Gedung Mahkamah Agung (MA), Kemendagri, DPR RI serta Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kita berharap pengunjuk rasa bisa menaati peraturan dan tidak menggangu kelancaran lalu lintas bagi saudara kita yang lain," harapnya.

Baharudin mengatakan jika demonstrasi menggunakan aksi menutup jalan, maka akan dibubarkan. "Kalau tidak menaati UU, polisi biasanya membubarkan kemudian orang yang bertanggung jawab dimintai keterangan," ucap dia.(nal/vta)

Dari cuplikan artikel tersebut, dari pernyataan Kabid Humas Polda Metro Jaya yang mengatakan "Kita berharap pengunjuk rasa bisa menaati peraturan dan tidak menggangu kelancaran lalu lintas bagi saudara kita yang lain," juga pernyataan yang mengatakan jika demonstrasi menggunakan aksi menutup jalan, maka akan dibubarkan dan "Kalau tidak menaati UU, polisi biasanya membubarkan kemudian orang yang bertanggung jawab dimintai keterangan”, maka hal tersebut merupakan salah satu bentuk situasi dimana polisi harus membuat keputusan dengan cepat pada situasi yang mendesak dengan memperhatikan berbagai aspek yang terkait. Sebagai sebuah institusi yang semi-otonom, polisi memiliki kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya sendiri, membentuk norma-normanya sendiri serta merumuskan tujuannya sendiri secara internal. Kepolisian sebagai institusi hukum semi otonom yaitu institusi yang disatu pihak memiliki kapasitas membuat aturan dan menegakkannya, namun disisi lain pada waktu yang bersamaan berada dalam suatu kerangka acuan sosial dan aturan umum ( Dr. Zakarias Poerba, SH. Msi., 2012). Jadi, di samping berwenang menghasilkan aturan-aturan yang bersifat internal, ia juga rentan terhadap aturan-aturan, keputusan-keputusan serta kekuatan lain yang melingkupinya. Hubungan yang saling terkait antara polisi dengan lingkungannya akan menghasilkan suatu proses interaksi. Dalam proses usaha polisi guna memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat, terdapat pula kemungkinan polisi akan berkembang secara kelembagaan.

Dalam kaitan dengan pelaksanaan tugas polisi yang sering dihadapkan kepada keharusan untuk mengambil keputusan seketika di lapangan, juga berkaitan dengan perkembangan situasi yang tidak sepenuhnya dapat diprediksi, maka di perlukan dukungan ilmu psikologi bagi polisi untuk dapat mengambil keputusan dengan tepat. Sebagai contoh dalam artikel di atas, saat menangani sebuah demonstrasi, polisi yang bertugas harus dapat dengan cepat mengambil keputusan manakala situasinya sudah berubah tidak sesuai dengan yang diharapkan. Di situlah peran penting psikologi dari dalam diri seorang petugas untuk dapat membantunya menentukan keputusan yang tepat. Tujuan dari pengambilan keputusan dapat dibedakan atas dua hal, yaitu :
1.    Tujuan bersifat tunggal adalah apabila yang dihasilkan hanya menyangkut satu masalah saja, yang artinya sekali diputuskan dan tidak akan ada kaitannya dengan masalah lain.
2.    Tujuan bersifat ganda yaitu apabila keputusan yang dihasilkan itu menyangkut lebih dari satu masalah, artinya bahwa satu keputusan yang diambil itu akan sekaligus memecahkan dua masalah atau lebih yang bersifat kontradiktif atau bersifat tidak kontradiktif.
Melalui sudut pandang Daniel Yarmey dalam bukunya yang berjudul Understanding Police and Police Work Psycho-logical Issues, dia mencoba menggambarkan prinsip-prinsip umum dalam proses pengambilan keputusan oleh polisi yaitu berupa : “Reasoning, Memory and Judgement of Facts, Schemata and Heuristic, Biases and Common Belief, and Decision Making Situations. Dunia kerja polisi dapat dipahami dengan mengambil konsep-konsep dari dunia riset psikologi sosial dan kognitif, serta menerapkannya langsung ke masalah kepolisian. Hal ini dapat terlaksana karena penerapan konsep-konsep psikologis yang tinggi dalam prosesnya.     Namun perlu disadari juga bahwa lembaga kepolisian dan petugas jarang belajar atau menerapkan perkembangan ilmiah untuk mendukung pelaksanaan prosedur tugasnya sehari-hari mereka. Sebagai contoh dapat di lihat dalam hal penanganan demonstrasi, dimana belum semua petugas mengaplikasikan peran psikologi forensik di dalam penanganannya. Padahal bidang psikologi selalu berusaha untuk menerapkan konsep-konsep teoritis terhadap isu-isu kebijakan kepolisian. Disamping itu juga disayangkan dimana bidang psikologi masih jarang memiliki cukup pengetahuan tentang masalah-masalah dunia kepolisian yang nyata untuk memudahkan menerjemahkan temuan mereka ke dalam praktek kepolisian.
Profesor Yarmey memberikan pandangan komprehensif dari kepolisian melalui lensa proses psikologis dan hubungan bersama-sama konsep psikologi sosial dan kognitif dengan dunia nyata tuntutan dan proses kerja polisi. Yarmey menunjukkan bahwa polisi tidak selalu datang ke profesi dengan kepribadian yang berbeda dari orang lain. Sebaliknya, tuntutan unik dari karir mereka dan struktur sosial dari lembaga kepolisian mendorong perkembangan karakteristik luar yang sesuai dengan budaya kepolisian. Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan terdiri dari :
1.    Tahap identifikasi, yaitu tahap pengenalan masalah atau kesempatan muncul dan diagnosis dibuat. Sebab tingkat diagnosis tergantung dari kompleksitas masalah yang dihadapi.
2.    Tahap pengembangan, yang merupakan aktivitas pencarian prosedur atau solusi standar yang ada atau mendesain solusi yang baru. Proses desain ini merupakan proses pencarian dan percobaan di mana pembuat keputusan hanya mempunyai ide solusi ideal yang tidak jelas.
3.    Tahap seleksi, yaitu dimana pilihan solusi dibuat, dengan cara pembentukan seleksi yakni dengan penilaian pembuat keputusan berdasarkan pengalaman atau intuisi, bukan analisis logis, dengan analisis alternatif yang logis dan sistematis, dan dengan tawar-menawar saat seleksi yang melibatkan kelompok pembuat keputusan dan semua manuver politik yang ada. Kemudian keputusan diterima secara formal dan otorisasi dilakukan.
 
Dalam penanganan sebuah demonstrasi, dimana peran polisi sangat penting dan vital, maka langkah-langkah diatas harus dilakukan untuk dapat menghasilkan keputusan yang tepat. Melalui tahap identifikasi, polisi harus mengenal masalah yang dihadapi dalam demonstrasi yang terjadi, dan mampu membuat diagnosis dari masalah tersebut. Kemudian dikembangkan dengan mencari solusi-solusi yang akan di pertimbangkan untuk di lakukan guna mengatasinya. Hingga akhirnya diakhiri dengan tahap seleksi, dimana petugas membuat pilihan dari beberapa solusi yang dimiliki dengan mempertimbangkan intuisi, dan analisa yang logis dan sistematis, hingga di dapatkan keputusan yang tepat. Tahapan tersebut akan selalu di lalui untuk dapat membuat sebuah keputusan.
Terdapat empat fungsi psikologi dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan yaitu:
1.    Sensing (Penginderaan) berkenaan dengan tendensi untuk mencari fakta, bersifat realistis, dan melihat sesuatu dalam perspektif objektif. Gaya pengambilan keputusan yang menggunakan fungsi ini menempatkan nilai yang tinggi pada fakta yang dapat diverifikasi oleh penggunaan panca indera.
2.    Intuiting (Intuisi) berkenaan dengan tendensi untuk mencoba menyingkap kemungkinan-kemungkinan baru guna mengubah cara menangani sesuatu.
3.    Thingking (Pemikiran) berkenaan dengan tendensi untuk mencari hubungan sebab akibat yang sistematik untuk dianalisa secara utuh dan membedakan dengan tegas antara yang benar dan salah. Gaya pengambilan keputusan yang menggunakan fungsi ini bertumpu pada proses kognitif.
4.    Feeling (Perasaan) berkenaan dengan tendensi untuk mempertimbangkan bagaimana perasaan diri sendiri dan orang lain sebagai akibat dari keputusan-keputusan yang dibuat. Gaya pengambilan keputusan yang menggunakan fungsi ini bertumpu pada proses afektif.
 
Dengan fungsi psikologi yang mendukung pengambilan keputusan, dari kasus demonstrasi tersebut dapat di telaah sebagai berikut. Sensing atau penginderaan dari seorang petugas merupakan pengaruh psikologi untuk mencari fakta, realita dari kegiatan demonstrasi tersebut. Faktanya adalah bahwa kegiatan Demonstrasi tersebut dilakukan oleh sekelompok besar masyarakat, dan tempat yang di tuju demonstran adalah Istana Negara, Gedung Mahkamah Agung (MA), Kemendagri, DPR RI serta Mahkamah Konstitusi (MK), dimana semuanya merupakan obyek-obyek penting yang harus dijaga dan di amankan. Kemudian intuiting dengan memperkirakan kemungkinan-kemungkinan akibat yang akan di timbulkan jika demontrasi tersebut di biarkan mendekati obyek-obyek penting tersebut. Kemudian dengan thinking/pemikiran, di carilah hubungan sebab akibat dari tindakan/solusi yang akan di ambil, yang salah satunya dapat di lihat dari pernyataan Kabid Humas Polda Metro Jaya yang menyampaikan kalau demonstran tidak menaati Undang-Undang, polisi biasanya akan  membubarkan, kemudian orang yang bertanggung jawab akan dimintai keterangan. Kemudian yang terakhir adalah feeling yang merupakan faktor dari dalam diri petugas sendiri yang berfungsi mempertimbangkan dari beberapa pemikiran yang di dapat untuk akhirnya mengambil keputusan di lapangan. Dari semua pembahasan tersebut maka terlihat jelas bahwa begitu besar dan pentingnya peran psikologi bagi seorang petugas polisi dalam mengambil keputusan saat melaksanakan tugas. Hal ini harus selalu dilakukan dan di kembangkan agar petugas polisi di lapangan dapat mengambil keputusan yang tepat ketika harus berhadapan dengan aksi-aksi demonstrasi, dan kemanan dan ketentraman masyarkat dapat tetap terjaga.

C.    PENUTUP

Dari pembahasan di atas, dapat di lihat begitu pentingnya peran psikologi dalam tugas-tugas kepolisian, terutama dalam mendukung seorang petugas polisi mengambil keputusan yang tepat dalam tugasnya. Posisi personil kepolisian dilapangan yang bersentuhan langsung ditengah-tengah masyarakat menjadikannya sangat sulit ketika harus dihadapkan dengan tugas-tugas kepolisian terutama dalam hal penegakan hukum. Untuk itu, diperlukan upaya peningkatan peran psikologi terutama psikologi kepolisian guna mendukung pelaksanaan tugas-tugas kepolisian di lapangan. Selain itu, di perlukan juga pengkajian secara mendalam dan menyeluruh dengan memperhatikan aspek-aspek psikologi dalam pengambilan keputusan di bidang kepolisian.

Peran psikologi sebagai ilmu terapan khususnya dalam bidang penegakan hukum sangatlah penting. Oleh sebab itu maka perlu dilakukan penelitian dan pengembangan yang lebih serius oleh institusi penegak hukum khususnya Polri yang memilki peran yang sangat besar jika melihat tugas pokoknya sebagai pemelihara kemanan dalam negeri, penegak hukum, serta pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

A. Daniel Yarmey, 1990, Understanding Police and Police Work : Psychological Issues, New York: New York University Press.
Poerba, Zakarias, 2012, Jurnal Studi Kepolisian “Koordinat Sosiologis Polisi dalam Alam Kemerdekaan yang Reformatif”, Jakarta, PTIK Press.
Probowati, Yusti, 2008, Indonesian Journal Of Legal and Forensic Science : Peran Psikologi Dalam Investigasi Kasus Tindak Pidana, Jakarta.
http://id.shvoong.com/business-management/management/2133712-empat-fungsi-psikologi-dalam-kaitannya/#ixzz1kMq4DHU4

1 komentar:

  1. assalamualaikum
    selamat pagi dunia :)
    Semoga harimu menyenangkan dan rahmat selalu menyertaimu
    bye bye

    BalasHapus